Menggila di Saintek




Mengerjakan tugas.


Saintek. Akronim dari sains dan teknologi. Tercetak jelas huruf-hurufnya di sebuah gedung perkuliahan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pertanda bahwa gedung ini adalah fakultas sains dan teknologi di universitas ini.
Aku berada di gedung ini. Menjadi salah satu orang yang berkesempatan duduk di bangku fakultas ini. R.303 dan R.304 menjadi ruang keseharianku melahap ilmu. Menjadi saksi perjuanganku menahan kantuk ketika perkuliahan di mulai.
Sebenarnya, jiwaku bukan di fakultas ini. Aku ingin berada di lingkungan sastra. Dari dulu aku memang di jejali pengetahuan alam. Sains. Tapi setelah lebih jauh dan lebih dalam mengenal ilmu ini, rasanya aku tak sanggup jika harus melanjutkan perjalannku di sains.
Tapi Allah yang maha tahu apa yang aku butuhkan dan apa yang terbaik untukku. Allah lebih suka aku melanjutkan perjalanan di bidang sains. Biologi. Takdirku ternyata menjadi mahasiswi Biologi di Fakultas sains dan teknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Dinamika kehidupan awal di saintek begitu terasa. Tak mudah membujuk hati, agar menerima ketentuan-Nya. Hari demi hari, persaingan mulai terasa. Tugas-tugas mulai menggunung, praktikum seolah tak pernah bosan menunggu jurnal dan laporannya. Semakin membuatku tak ingin berada di tempat ini. Melihat mereka yang menggila mengerjakan tugas. Hingga rela duduk dan bahkan berbaring di lantai. Hal itu aku lihat hampir di setiap sudut gedung ini. Setiap hari dan setiap saat. Benar-benar menggila.
Saintek. Berulang kali aku mengucapkan kata itu penuh keraguan. Tak tahu apakah aku mampu bertahan di gedung ini atau hanya akan menjadi penghuni sementara.
Hampir dua tahun berlalu. Hiruk pikuk dan kesibukan saintek perlahan menjadi hal biasa. Aku pun kini menjadi seperti mereka. Menggila ketika melahap tugas. Tak peduli lagi dimana aku duduk. Di kursi, di lantai, dimanapun dan kapanpun. Yang penting tugasku selesai. Aku mulai memahami jalan pikiran mahasiswa penghuni gedung ini, mulai menyadari maksud dan tujuan mereka datang ke gedung ini. Bukan perihal persaingan, tapi ini adalah perihal perjuangan. Bukan masalah gila menugas, tapi ini adalah bukti keseriusan memperjuangkan mimpi dan harapan. Bagaimana aku bisa lupa, ketika salah satu kawanku harus berkunjung ke pesantren di dekat tempat tinggalnya, lalu kemudian beralih ke tempat kost-kostan temannya yang lain hanya untuk meminjam PC. Untuk menyelesaikan jurnal dan laporan esok hari. Menggila menyelesaikan tugas. Hingga terpaksa melupakan kata malu. Itu salah satu bukti perjuangan mahasiswa saintek. Bukti orang-orang yang menggantungkan harapannya di gedung ini.
Aku dan Saintek, dua kata yang akan terus berdampingan. Aku mengerti mengapa Allah mengirimku ke gedung ini. Agar aku tumbuh menjadi anak yang mandiri. Agar aku tumbuh  menjadi perempuan yang kuat. Dan tentu agar aku menjadi perempuan yang cerdas, bukan hanya pintar.
Gedung empat lantai ini, akan menjadi tempat teromantis bagiku. Tempat yang selalu setia menemani suka dan dukaku. Tempat yang terkadang membuatku berurai air mata, namun tak jarang memberikan tawa. Jalinan kisah dari setiap inci lantai gedung ini akan menjadi sepotong episode paling paling indah dalam hidupku. Menjadi tempat termegah dalam proses pencarian ilmuku. Megah bukan dari fisik bangunannya, tapi megah dari setiap kisah yang tertoreh. Aku dan saintek.

Komentar