Sekelumit Rasa di Terminal





Shofia. Seorang gadis yang berasal dari kota Tasikmalaya. Perawakannya kecil, manis dan supel. Banyak orang yang menyukainya. Sebagi teman atau lebih dari sekadar teman. Shofia tinggal di Bandung, ia berkuliah disalah satu universitas disana. Ia tak sendiri di Bandung. Ada seorang laki-laki yang entah kebetulan atau tidak, berkuliah di tempat yang sama. Shofia dan Laki-laki itu bertetangga. Bertetangga rumah juga bertetangga hati. Tapi itu dulu. Dulu ketika masa-masa SMA. Masa ketika mereka selalu pergi bersama ke sekolah. Namun sekarang bebeda, Shofia dan Danda memiliki dunia masing-masing. Danda yang sukses menjadi aktivis di kampus, tak pernah lagi menyapa ramah shofia. Hanya menyempatkan tersenyum jika tak sengaja bertemu. Antara mereka seolah tak pernah ada masa lalu bersama. Bahkan seolah tak bertetangga rumah di kampung halamannya.
Danda memang berhasil move on dari Shofia. Gadis cantik yang Shofia lihat kemarin ternyata memang kekasih baru Danda. Sementara itu, Shofia masih berkutat dengan perasaannya sendiri. Tiga tahun lebih mereka berpisah, menapaki jalan berbeda meski berada di universitas yang sama. Shofia juga pernah dekat dengan beberapa laki-laki. Bahkan satu diantaranya, berniat untuk meminang Shofia dengan segera. Tapi ia selalu tak yakin. Entah apa yang menjadi penyebabnya, ia selalu merasa kecenderungan hatinya tak sama dengan saat kecenderungannya terhadap Danda dulu, bahkan sekarang. Iya, Shofia masih merasakan kecenderungan itu. Masih menyimpan apik rasa terhadap Danda.
Dunia terkadang memang tak adil. Dua orang dengan rasa yang sama, dalam waktu yang sama. Tapi tak memiliki waktu yang sama untuk melupakan. Satu terbebas sementara yang satunya masih terbelit kisah tak jelas. Seperti Shofia dan Danda.
Tak ada yang tahu apa yang di simpan Shofia selama ini, kecuali Icha. Sahabat kecilnya. Icha tak pernah meninggalkan Shofia. Sejak kecil mereka bertiga (Icha, Shofia dan Danda) sering menghabiskan hari bersama. Sebelum rasa itu tumbuh, mereka memang bersahabat baik. Icha tahu semua hal yang terjadi pada dua sahabatnya itu. Dari mulai cerita Danda yang menyukai Shofia sejak ia SMP. Hingga sekarang cerita Shofia yang belum juga mampu keluar dari lilitan rasa terhadap Danda.
Pagi itu, Shofia sudah bersiap. Nampak cantik dengan dress birunya. Ia akan bertemu dengan Icha. Icha berkunjung ke Bandung untuk mengikuti tes penerimaan pegawai di salah satu bank di Bandung. Dan Shofia menawarkan diri untuk menjemputnya di terminal. Mengantarnya ke tempat yang ia tuju. Tak peduli dengan tugas kuliahnya yang sebenarnya harus ia selesaikan hari itu juga. Baginya sahabt lebih penting dibandingkan apapun, apalagi hanya tugas kuliah. Butuh waktu dua jam untuk sampai di terminal. Selain jarak terminal yang jauh dari tempat tinggal Shofia, ia juga harus berkali-kali di hentikan oleh kemacetan yang akhir-akhir ini memang semakin parah.
Shofia tersenyum sendiri dalam angkutan umum itu. Ia tak sabar ingin menceritakan semua kisahnya pada sahabat kecilnya. Beberapa menit lagi ia akan sampai di terminal. Ia mengambil handphone di tas, mengabari Icha bahwa sebentar lagi ia akan sampai di terminal. Handphone Shofia bergetar. Icha membalas pesannya. Pesan dari Icha membuat senyum Shofia hilang. Matanya tiba-tiba memerah. Dan semakin memerah ketika ia melihat Icha berboncengan dengan seseorang yang sangat ia kenal. Danda. Sepeda motor merah itu, melintas di depan Shofia yang baru saja sampai di terminal. Icha tak melihat kedatangannya. Pesan Icha kepada Shofia saat itu ‘Shofia, gak apa-apa gak perlu jemput aku. Aku udah di jemput Danda’.
Shofia masih berdiri di tepi jalan. Dengan sekelumit rasa yang semakin semraut. Menahan air mata di tengah hiruk pikuk kehidupan terminal. Menatap punggung Icha yang kian menjauh dengannya. Dengan Danda.

Komentar