Depan Belakang Cantik





            “Neng, Neng mau pada kemana Neng? Wiiih Neng, yang depan sama yang belakang cantik-cantik amat Neng” Itu kata-kata yang membuatku menangis dan terpaksa menahan lapar malam ini. Kenapa?
Tadi siang sepulang sekolah aku dan dua kawanku, Dara dan Vio pergi ke toko buku. Ada buku, yang ingin di beli Vio. Katanya untuk menambah referensi pembuatan essay nya. Toko buku memang tempat yang mengasyikkan untuk kami.  Dua jam rasanya tak cukup untuk menjelajahi semua rak buku di toko itu. Sekitar pukul 16.00 kami bersiap pulang.
“Eh, aku laper nih. Jajan dulu yuuk!” pinta Dara dengan wajah memelas.
“Yuk yuk yuk. Aku juga laper. Dari tadi muterin buku terus, bikin perut keroncongan.” Vio menambahkan dengan semangat 45.
Aku hanya mengangguk tanda setuju.
“Kamu mau jajan apa Va?” tanya Dara.
“Jajan Bakso sebrang jalan ajah yuk?”  aku memberi saran.
“Yuk ah. Aku udah lama gak makan baskso nih” lagi-lagi Vio menyambar dengan wajah yang berseri.
“Apanya yang udah lama? Kemarin siang kan kamu ngebakso di kantin sekolah Vi” Dara menggerutu mendengar Vio yang berkata asal.
“Duuh.. yuk ah Va. Si Dara mah bawel. Lama!” Vio menarik tanganku dengan tergesa-gesa.
Dalam perjalanan ke tempat bakso itu kami harus melewati trotoar yang sempit oleh para pedagang kaki lima. Hingga kami harus berjalan berbaris ke belakang seperti anak bebek. Tiba-tiba terdengar sapaan kepada kami dari warung pinggir jalan.
“Neng, mau pada kemana?” tanya seorang pemuda iseng dengan nada menggoda. Kami hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaannya.
“Wiih Neng, yang depan sama yang belakang catik-cantik amat Neng” pemuda itu melanjutkan godaannya kepada kami yang terus berjalan.
Tapi sebentar, diam-diam aku memperhatikan posisi kami berjalan. Vio di depanku, dan Dara tepat di belakangku. Dan apa yang tadi pemuda itu katakan? Yang depan dan belakang cantik. Itu artinya? Aku?
Aku diam. Teman-temanku pun tak ada yang berkomentar. Mereka sepertinya pura-pura tak mendengar. Padahal aku yakin mereka mendengarnya. Mood ku berganti dengan cepat, selera makan ku hilang, aku hanya ingin cepat pulang. Tapi aku berusaha untuk tetap tenang, tidak menunjukkan bad mood ku yang sebenarnya sudah tak tertolong. Aku pun  berpura-pura tak mendengar perkataan pemuda itu, sama seperti kedua sahabatku.
Sesampainya di rumah, satu tempat yang aku tuju. Kamar. Tak terbendung lagi air mata yang ku tahan sejak tadi sore. Ku luapkan semua emosi kepada boneka beruangku. Ku tarik, ku jambak dan ku tinju tubuhnya yang tak berdosa. Boneka malang itu hanya menatap ku dengan tatapan kasihan sekaligus heran.
Hingga malam ini, aku masih tak mau beranjak dari kamar. Masih mengurung diri meski Mama mengetuk pintu berulang kali.
Aku terus saja mengingat-ingat perkataan pemuda itu tadi sore. Aku sadar, aku memang tak secantik mereka. Dara dan Vio adalah temanku yang baik. Mereka wanita yang mendekati perfect menurutku. Mereka cantik, berprestasi, dan mereka adalah oraganisator yang handal disekolah. Dara, dia wakil ketua OSIS di sekolah dan selalu mendapat peringkat pertama dikelas IPA 1. Vio, dia seorang ketua PMR dan peraih medali emas di bidang Ekonomi. Sementara aku? Entah siapa dan apa aku ini. Aku sekelas dengan Dara, dan aku tak memiliki prestasi apapun selain peringkat sepuluh besar dikelas. Entah apa yang membuatku bisa bersahabat dengan dua orang idola sekolah seperti mereka.
Sebenarnya aku tak nyaman bergaul dengan mereka. Tidak nyaman jika pergi keluar bersama mereka. Bukan, bukan karena Dara dan Vio nya. Tapi karena hal itu hanya akan menjadi pembicaraan orang-orang yang melihat perbedaan aku dengan mereka. Dan karena hal itu pula, aku lebih sering menunduk, menyembunyikan wajah ketika sedang bersama mereka. Meski aku tahu Dara dan Vio tak sedikit pun menganggap kekuranganku itu sebagai masalah. Tak pernah risih dengan dengan aku dan omongan-omongan yang bagiku tak enak di dengar.
“Vaa, Eva. Buka pintunya Nak. Ini ada Dara dan Vio mau ketemu kamu.” Suara Mama memecah lamunanku.
Haah? Dara dan Vio? Apa yang harus aku lakukan? Apa yang akan aku katakan pada mereka?...

Komentar