Resensi Novel Hujan


Hujan, Tere Liye


30 Januari 2017

Judul              : Hujan
Pengarang      : Tere Liye
Penerbit          : PT Gramedia Pustaka Utama
Kota Terbit    : Jakarta
Cetakan          : 2016
Tebal Buku    : 320 Halaman
Sinopsis          :
Hujan menceritakan kisah Lail dan Soke Bahtera atau yang akrab di panggil Esok dengan kisah-kisahnya yang terjadi ketika hujan. Lail dan Esok bertemu ketika bencana besar itu melanda bumi. Letusan Gunung yang terjadi mencapai skala 8 menghancurkan seluruh kota di bumi dan menyebabkan perubahan iklim. Gempa yang dahsyat ketika Lail dan Esok menaiki kereta bawah tanah. Dan hanya mereka yang berhasil menyelamatkan diri melalui tangga darurat.
Lail menjadi yatim piatu sedangkan Esok hanya memiliki Ibu yang harus di rawat di rumah sakit karena tertimpa renruntuhan bangunan. Penduduk bumi saat itu hanya tersisa 10000. Hal itu adalah salah satu cara alam menjada keseimbangannya.
Lail dan Esok tinggal di tenda pengungsian bersama yang lainnya. Mereka perlahan bisa menerima keadaan dan berusaha membantu petugas di tenda pengungsian. Membuat sibuk diri sendiri mereupakan cara terampuh untuk tak mengingat masa-masa yang sulit.
Satu tahun setelah bencana dahsayat itu terjadi. Kehidupan mulai kembali menggeliat. Para pengungsi dapat kembali kerumah nya masing-masing atau menuju kerumah kerabat yang masih hidup. Lail dipindahkan ke panti sosial bersama anak-anak lain seusianya yang juga tidak memiliki keluarga. Sedangkan Esok, Ia di jadikan anak angkat wali kota setempat. Hal itu dikarenakan kejeniusannya dan wali kota berjanji akan memberikan perawatan yang layak pada ibunya. Sejak itu Lail dan Esok tak dapat menghabiskan waktu bersama lagi seperti di tenda pengungsian.
Di asrama Lail bertemu dengan Maryam. Gadis dengan rambut kribo dan gaya nya yang selalu bisa membuat Lail tersenyum. Persahabatan mereka terjalin begitu erat. Lail dan Esok semakin jarang bertemu. Esok sibuk dengan sekolahnya dan hanya ada pertemuan setiap satu bulan sekali.
Esok lulus dari sekolahnya. Ia di terima di salah satu universitas terbaik di Ibu Kota. Dan perpisan lagi-lagi harus di hadapi Lail dan Esok. Mereka kini terpusah puluhan kilometer dengan pertemuan yang tidak lebih dari satu tahun sekali, itu pun jika Esok tidak sibuk dengan proyek besarnya yang ternyata akan menjadi masa depan makhluk bumi.
Lail kembali menyibukan diri. Ia dan Maryam tergabung dalam Organisasi Relawan. Banyak hal-hal besar dan penting yang mereka lakukan bersama. Banyak manusia yang terselamatkan karena aksi keberanian mereka. Bahkan mereka mendapatkan penghargaan  Dedikasi dan Pengorbanan Tingkat Pertaa dari komite Pusat karena keberanian mereka berlari menebus badai sejauh 50 kilometer untuk memperingatkan warga bahwa akan ada air bah yang menerjang. Penghargaan ini di berikan Ibu Kota dan saat itu Lail berkesempatan bertemu dengan Esok.
Lail melanjutkan sekolahnya di sekolah keperawatan. Saat itu iklim bumi masih belum stabil. Salju turun lebat di daerah tropis dan daerah sub tropis mengalami musim dingin yang mematikan.  Karena musim dingin yang ekstrem beberapa negara memutuskan untuk mengintervesi lapisan stratosfer. Meluncurkan pesawat ulang-alik menyebar anti gas sulfur dioksida di lapisan stratosfer. Dan hal itu menyebabkan awan menghilang dari langit sehingga suhu bumi semakin meningkat setiap tahunnya.
Lail dan Esok semakin jarang bertemu. Esok sibuk dengan proyek rahasia yang tidak ia beritahukan kepada siapa pun. Hingga akhirnya Esok datang saat wisuda Lail dan menceritakan alasan sebenarnya kenapa ia sulit menghubungi dan bertemu dengan Lail.
Esok sedang membuat proyek kapal besar yang nantinya akan membawa sepuluh ribu manusia bumi dan membawanya menjauh beratus kilometer dari bumi hingga bumi kembali stabil. Manusia yang terpilih adalah berdasarkan kocokan mesin yang seudah disesuaikan berdasarkan keragaman genetiknya. Esok meminta Lail untuk tidak melakukan apapun dan tetap menunggu kabar darinya.
Akhirnya Lail tahu bahwa Esok memiliki dua tiket untuk ikut bersama kapal besar itu. Satu karena ia adalah otak dari kapal itu dan satu lagi karena namanya keluar dari mesin kocok Wali Kota yang memberitahunya sekaligus meminta Lail untuk menyerahkan satu tiket kepada putrinya Claudia jika Esok memberikan satu tiket itu kepadanya.
Lail semakin bingung karena waktu keberangkatan kapal itu semakin besar sedangkan Esok belum memberikan kabar apapun. Hingga Lail mendapat kabar bahwa Claudia resmi mendapatkan satu tiket itu. Hal itu membuat Lail berpikir bahwa Esok telah memilih Claudia dan akan meninggalkannya di bumi yang semakin memanas dan menghadapi kepunahan makhluk bumi sendiri. Sampai sehari sebelum keberangkatan, Lail sudah tidak tahan lagi. Ia memutuskan untuk menghapus semua kenangan yang menyesakkan hidupnya. Melupakan bagaimana ia kehilangan keluarganya dan melupakan setiap jengkal kenangannya bersama Esok.
Lail mendatangi Pusat Terapi Syaraf di kotanya. Ia bermaksud untuk memodifikasi ingatannya. Teknologi termutakhir telah diciptakan untuk membantu mereka yang bermasalah dengan kenangan dan masa lalu yang buruk. Lail mulai bercerita, dan benang-benang berwarna merah, kuning dan biru mulai berkelindan dalam tablet. Warna benang itu menunjukkan mana kenangan yang menyenangkan dan mana kenangan yang  menyakitkan.
Lail sudah menceritakan semuanya, saatnya mesin modifikasi menghapus benang-benang berwarna merah yang merupakan kenangan menyakitkan, dan itu berarti menghapus semua tentang Esok. Lail tak akan mengingat sedikit pun mengenai Esok. Maryam yang baru mengetahui keputusan sahabatnya itu terlambat, ia berusaha menghubungi Esok untuk mendapatkan penjelasan mengapa ia lebih memilih Claudia dan tak menghubungi Lail, hal itu dilakukan tepat 15 menit sebelum keberangkatan kapal. Esok ternyata tidak di dalam kapal, ia sedang di dalam kereta cepat menuju apatemen Lail. Dua tiket yang ia miliki ia berikan kepada Claudia dan Ibunya. Sedangkan ia tak menghubungi Lail satu bulan sebelum kemarin adalah karena ia harus menyelesaikan tahap terakhir dari kapal tersebut. Ia harus melakukan kloning pusat syaraf agar kapal itu dapat tetap bekerja tanpa kehadiran fisiknya. Maka dilakukan transfer ingatan.
Esok segera menuju Pusat Terapi Syaraf dimana Lail berada. Ia memaksa masuk, namun tak berhasil. Ruangan tempat Lail di terapi tak dapat di masuki oleh siapapun. Beberapa detik kemudian, pintu ruangan mendesing. Terbuka. Lail menatap datar Esok yang meminta maaf kepadanya. Esok tak ingin Lail melupakannya. Karena Lail adalah alasan satu-satunya untuk tetap tinggal dibumi.
Tak disangka, Lail masih mengingat Esok. Bukan alatnya yang rusak, melainkan di detik terakhir, Lail memutuskan untuk menerima semua kenangan menyakitkan. Memeluknya dan menerimanya sebagai keindahan dalam alur kehidupannya. Hingga benang merah itu menjadi berubah menjadi biru. Seketika. tak ada lagi yang harus dilupakan, Lail telah menenrima semuanya. Hingga akhirnya Lail dan Esok menikah dan hidup di bumi dengan suhu yang semakin memanas. Kutipan yang diaktakan Maryam benar. Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-eratsemua hal menyakitkan yang mereka alami.

Komentar