Resensi Buku Tidak Ada yang Tidak Bisa


31 Januari 2017


Judul              : Tidak Ada yang Tidak Bisa
Pengarang      : Dahlan Iskan
Penerbit          : Jaring Pena
Kota Terbit    : Surabaya
Cetakan          : Ketiga, Mei 2009
Panjang          : 20 cm
Lebar              : 13,5 cm
Tebal Buku    : 279 Halaman
Sinopsis          :
            Buku ini mengisahkan tentang Kwee Tjie Hoei seorang laki-laki yang di lahirkan di dataran China tepatnya di Hokja. Datang ke Indonesia pada tahun 1935 saat usia 10 bulan bersama Ibunya. Kwee Tjie Hoei kecil yang belum terbiasa dengan pejalanan panjang melalui lautan, di serang penyakit diare. Dan karena itu ia tidak di perbolehkan keluar dari kapal oleh kolonial belanda yang berjaga ketika kapal sudah merapat di daratan Indonesia. Keadaan Kwee Tjie Hoei semakin parah, namun untungnya ada kerabat Ayahnya dapat menebusnya dengan sejumlah uang yang tak sedikit kepada kolonial itu.
            Kwee Tjie Hoei yang kini resmi berganti nama Karmaka Surjaudaja sejak usianya 32 tahun ini tak pernah terlepas dari kesulitan. Entah itu sebelum memegang kendali bank NISP ataupun setelahnya. Hidup Karmaka penuh kesederhanaan, ia selalu harus berbagi dengan adik-adiknya. Bahkan ia sempat berhenti sekolah untuk menggantikan tugas Ayahnya yang saat itu tengah mengalami kecelakaan kerja. Dan setelah Ayahnya sembuh, ia baru dapat kembali ke bangku sekolah namun harus turun tingkat. Setingkat dengan Adiknya, Kwee Tjie Ong. Tapi tak masalah bagi Karmaka. Yang menjadi masalah adalah ketika keduanya lulus SMA. Kedua-duanya sama-sama ingin berkuliah. Adiknya ingin mengambil kedokteran Universitas Indonesia, dan ia sendiri ingin melanjutkan kuliah ke ITB jurusan elektro. Hingga akhirnya Karmaka mengalah. Ia membiarkan adiknya berkuliah, sedangkan ia  menjadi buruh pabrik untuk membantu biaya sekolah adik-adiknya. Ia ingin Kwee Tjie Ong menjadi dokter agar keluarganya tidak selalu diremehkan. Namun takdir berkata lain, setelah Kwee Tjie Ong lulus dan meraih gelar dokter, ia meinggal karena kecelakan lalu lintas.
            Karmaka yang hanya lulusan SMA, menjadi guru di sekolah tionghoa Nan Hua. Pekerjaan ini membuatnya senang, namun ternyata tak cukup untuk membiayai hidupnya. Akhirnya ia bekerja di pabrik tekstil atas saran kepala sekolah Nan Hua, dengan syarat ia sendiri tidak boleh begitu saja melepas Nan Hua, karena muri-muridnya terlanjur menyayanginya. Maka jadilah pagi hari ia mengajar, sekitar jam sembilan ia kerja di parik tekstik dan sepulang kerja sekita jam empat sore ia kembali ke Nan Hua. Dan pada malam harinya, ia mengajar privat di rumah-orang-orang tionghoa yang kaya. Termasuk rumah salah satu gadis, yang kelak menjadi istrinya.
            Keuletan dan kerja keras Karmaka membuat pimpinan pabrik tekstil tempatnya bekerja bersimpati. Ia menawarkan jabatan dan satu unit mobil yang sangat menggiurkan. Karena saat itu Karmaka hanya di temani sepeda bekas pemberian Ayahnya. Hal ini membuat Karmaka dilema, jabatan dan mobil bagi ia yang saat itu dalam kondisi sulit adalah tawaran yang menggiurkan, namun satu hal yang membuat Karmaka ragu ia juga akan di atur atau di carikan jodohnya. Di tengah kegundahannya, tiba-tiba datang tawaran yang tak kalah menggiurkan dapi perusahaan pabrik tekstil lain. Ia di tawari akan dikuliahkan ke Jepang dan di beri jabatan sebagai direktur di perusahaannya. Hal ini membuat Karmaka senang. Ia menemukan cara menolak tawaran dari pimpinan tempatnya bekerja. Dan akhirnya ia bisa berkuliah. Karmaka bersia akan pergi ke Jepang, Namun ternyata lagi-lagi dengan syarat ia harus menikah dengan anak pimpinan tersebut. Karmaka menolaknya. Ia menolak semua tawaran yang menggiurkan itu dan memilih menepati janji yang pernah ia katakan kepada gadisnya.
            Gadis pemikat itu adalah Lim Kweng Ing, Karmaka sudah jatuh hati pada gadis itu sejak dia masih SMP, saat Karmaka mengajar di Nan Hua dan kemudian mendi guru privatnya. Dan di umur 25 Karmaka diminta menikahi Ing oleh orang tua Ing yang ternyata orang kaya berpengaruh di Bandung. Ia sama sekali tak memandang Karmaka sebagai seorang yang miskin, ia percaya bahwa Karmaka adalah orang yang bertanggung jawab
            Karmaka tidak langsung duduk di Bank milik mertuanya itu. Karena mertuanya yang saat itu sedang berziarah ke Hokja tidak memberikan mandat padanya. Dan Karmaka tetap bekerja di NV Padasuka Majalaya. Hingga akhirnya, Bank NISP dalam keadaan yang tidak stabil. Sekita tahun 1962, Setelah Karmaka hampir empat tahun bekerja di pabrik tekstil NV Padasuka Majalaya, mertuanya yang masih di Hokja menghubunginya, meminta ia untuk masuk dan men take over manajemennya. Dari situ perjuangan Karmaka mempertahan kan Bank NISP dimulai.
            Karmaka di tolak mentah-mentah oleh manajemen Bank. Ia dia anggap tidak pantas menduduki jabatan di Bank tersebut, bahkan  meski hanya menjadi seorang kasir. Ia terus berpikir hingga akhirnya ia bisa masuk Bank tersebut. Ia langsung melakukan audit Bank, dan menemukan segellintir orang yang menyeleweng hingga mengakibatkan kerugian pada Bank. Dengan bukti hasil audit tersebut, ia berhak mengeluarkan orang-ornag di manajemen tersebut. Permasalahan demi permasalahan dating terus silih berganti. Ancaman sudah sangat sering ia terima. Percobaan pembunuhan bahkan ia terima berulang-ulang. Hinggaa pada suatau saat Karmaka pernah di ancam dengan adanya granat di sekitar rumahnya apabila Karmaka tidak datang ke tempat yang mereka inginkan. Karmaka mendatangi orang-ornag itu karena tidak ingin terjadi hal yang buruk pada keluarganya dirumah. Dan pertemuan itu hanya jebakan, karmaka di bawa jauh ke sebuah kampung dan di sekap dsebuah rumah di tengah sawah. Namun ia berhasil melarikan diri.
            Lagi-lagi Bank NISP di hadapkan pada permasalahan pelik. Bank mengalami defisit sangat besar. Ia harus melakukan pemutusan hubungan kerja besar-besaran. Sekitar 3100 karyawan harus di berhentikan. Karmaka menawarkan uang pesangon 10 kali gaji, namun bukan itu yang menjadi permasalahannya. Ia memikirkan nasib karyawan yang telah mengabdi pada Bank iu cukup lama. Namun tak ada pilihan lain baginya. Penawaran itu ternyata di tolak habis-habisan oleh karyawan. Karyawan mengecam Karmaka sebagai orang yang kejam. Di saat yang sama, karmaka pun terus di datangi dan ditagih hutang yang ia pinjam uangnya untuk membayar pesangon para karyawan. Partner kerja baru yang memiliki saham 43% di Bank NISP pun ikut bermasalah, ia merugikan Bank NISP untuk Bank pribadinya di Jakarta. Dalam keadaan seperti itu karmaka ingin pergi saja. Ia merasa gagal. Ia memutukan untuk menulis wasiat dan mengakhiri hidupnya dengan meminum racun.
            Nyawa Karmaka masih terselamatkan. Tuhan masih ingin karmaka berjuang di NISP. Selelah ia siuman, ia meminta dokter merahasiakan percobaan bunuh dirinya. Ia menyesal telah melakukan hal yang demikian. Seperti persoalan-persoalaln sebelumnya. Kali ini pun Karmaka mampu melewatinya meski dengan susah payah. Hingga harus melibatkan istrinya dan keluarganya. Bank NISP perlahan mulai hidup kembali. Kerjasama dengan Bank asing pun mulai dilakukan karena kepercayaan mereka pada NISP.
            Saat usia Karmaka 40 tahun, keadaan NISP memasuki masa yang stabil dan dinamis. Riak-riak kecil memang ada, tapi itu bukan lagi masalah yang dapat menghancurkan NISP. Pada tahun 1978 Lim Khe Tjie, pendiri Bank NISP yang tidak lain adalah mertuanya meninggal dunia. Dan ketika usia Karmaka 44 tahun, ia di vonis terkena sirosis hati. Dan di vonis umurnya tidak akan lebih dari lima tahun lagi. Pemeriksaan terus dilakukan di New York, dan ternyata ia punn menderita Primary Biliary Cirrossis yang sudah berat yang tidak dapat di tngani oleh dokter sebelumnya.
            Waktu lima tahun yang di vonis dokter Karmaka gunakan untuk mematangkan anak-anaknya, untuk kemudian di masukkan ke NISP. Hingga akhirnya, kondisi Karmaka memburuk, dokter di rumah sakit sudah nagkat tangan, Ia dengan cepat meminta Pramukti anaknya untuk masuk ke NISP tahun 1987. Dan tiga tahun kemudian Parwati pun di panggil untuk bergabung dengan NISP. Dan dimasak kepemimpinan anak-anaknya itu Bank NISP semakin maju.
           Keadaan Karmaka semakin memburuk, transplantasi hati harus segera dilakukan. Dalam sendiri dirumah sakit, ia merenungkan hidupnya. Ia sudah siap mati. Karena sejak vonis 5 tahun itu Karmaka masih dapat hidup hingga 18 tahun kemudian. Dia memohon ampun pada Tuhan karena sejak 1964 Ia tidak pernah lagi dating ke gereja. Ia kecewa pada Tuhan saat adiknya yang siap di wisuda dengan dengan delar dokter spesialis internist, Tuhan mengabil nywanya dengan cara tertabrak mobil. Ia merenungkan semuanya dan meminta Tuhan menerima ruhnya. Ia mencoba mencabut semua peralatan medis yang menempel pada tubuhnya. Berharap Ia segera mati dan tidak menyulitkas siapapun  lagi. Namun ternyat usaha itu gagal. Transplantasi liver dilakukan.
            Setelah dirasa pulih Karmaka kembali ke Indonesia menjalani kehidupan normal. Namun beberapa tahun kemudian ia kembali terserang penyakit yang mematikan. Timbul tumor di ureter (saluran ginjal kanan) akibat obat yang sering ia minum. Dan ginjal kanannya di angkat. Namun ternyat ginjal kiri tak dapat bekerja secara maksimal, dilakukan transplantasi ginjal. Dan Karmaka masih bisa selamat meski dengan berbagai macam penyakit yang masih bersarang di tubuhnya.
            Bank NISP pun mulai berpartner dengan OCBC yang unggul dan terpercaya. Semua dapat dikelola dengan baik. Kisah hidup Karmaka patut kita jadikan contoh untuk tidak selalu menyerah pada keadaan. Selalu ada penyelesaian dalam setiap permasalahan.
           

Komentar