Gambung, 09
Juli 2017
21: 45
Tujuh
Juli 2017, katanya hari ini adalah hari patah hati dunia akhirat. Pasalnya di
hari ini salah satu qori muda, hafidz pula mengakhiri masa lajangnya. Muzammil
Hasbullah, beberapa bulan ke belakang memang menjadi buah bibir para perempuan.
Story di media sosial penuh dan ramai dengan foto-foto pernikahan
mereka. Yang katanya sukses membuat para jomblo baper plus patah hati. Aku?
Kalem aja. Hanya sedikit menggleser (tidak ada dalam KBBI) dadaku ketika
melihat foto Muzammil membacakan doa sembari menyentuh ubun-ubun Sonia,
istrinya. Huaa..
Sedak
asyik mengulik siapa gerangan wanita bercadar yang beruntung itu, sebuah inbox
di facebook mendarat. Oh ternyata itu pesan dari temanku. Winda. Teman SD sekaligus
SMP yang baru berkontak lagi kemarin sore.
Sebenarnya aku malas membuka pesannya. Aku malas berbasa
basi, bertanya kabar dan saling mengucapkan minal aidzin untuk memulai
pembicaraan. Jahat sekali sepertinya aku ini. -_-
Tapi kemudian aku buka kok, karena tak enak juga rasanya
jika tak acuh pada teman sendiri. Dan
apa salahnya menyambut orang yang mengetuk pintu silaturahmi.
Oke,
chat dimulai seperti biasa. Kabar dan keberadaan menjadi pembuka. Tak lupa ku tanyakan kabar anak dan suaminya. Karena kawan ku yang ini telah berkeluarga
sejak beberapa tahun lalu. Setelah ku
rasa beres, ku cukupkan saja. Karena biasanya akan muncul pembicaraan mengenai
jodoh. Kapan menikah, dengan siapa dan bla bla bla. Ku nonaktikan HP, dan
kembali berbaur dengan teman-teman PKL (Praktik Kerja Lapangan) yang sedang
mencat seng seng kecil untuk di jadikan papan himbauan di hutan-hutan. Maklum
anak ekologi, yaa begini kerjaannya..
Sore hari, HP baru ku aktikan lagi. Beberpa pesan
bermunculan termasuk pesan dari Winda. Aku buka satu per satu. Kebanyakan pesan
grup yang masuk dan aku malas membacanya. Pesan dari Winda akhirnya ku buka
juga. Selintas terbaca, lalu kubetulkan posisi dudukku. Nampaknya ada hal
serius yang ingin di ceritakan Winda.
Dan benar, tanpa aku tanya ,Winda bercerita bahwa rumah
tangganya sedang tidak baik-baik saja. Ia mengalami kecelakaan dan hal itu mengakibatkan
kakinya patah 6 bulan lalu. Ia katakan bahwa sejak saat itu suaminya berubah. tak lagi seperti yang ia
kenal dahulu. Ia berselingkuh dengan seorang janda. Saat ku tanya ia dapat
informasi dari mana, Winda bilang wanita itu sering di bawa suaminya
kerumah. Deg! Tak percaya dan tanda tanya berkerumun dalam dada. Aku jadi
merasa bersalah karena mengira chatnya tak akan terlalu penting.
Winda melanjutkan cerita, ia katakan ketika terjadi perselihan antara ia dan janda
beranak satu itu, seringkali suaminya membela si janda. Dan mengabaikannya
begitu saja. Aku sebenarnya masih belum sepenuhnya percaya, karena sebelum Winda
menikah, ia katakan bahwa ia akhirnya bertemu dengan seseorang yang paham betul
keadaannya. Mengeri semua keinginannya. Seorang lelaki yang menjadikan ia bak
puri raja. Boneka, bunga, cokelat sering ia terima. Ia terlihat bahagia ketika
mengirim salah satu foto mesranya. Aku jadi berpikir, apakah laki-laki memang
seprti itu? Manis di awal dan tanpa rasa setelahnya.
Ketika bercerita, Winda baru saja pulang dari puskesmas.
Telinga kirinya luka, entah karena pukulan atau benturan. Winda hanya
mengatakan itu perlakuan suaminya. Tak tega dan ngeri aku membayangkannya
apalagi jika terjadi pada diriku sendiri. Tak kuasa aku menahan beban seberat
itu.
Berlebihan sekali memang kata-kataku, seperti orang yang
tak memiliki Tuhan. Takut dengan beban yang jelas-jelas sudah Allah
perhitungkan kapasitasnya. Tak mungin berlebih dari kemampuan si manusia. Itu
jaminan Allah. Maka, ketika Winda meminta saranku karena ia tak berani
bercerita pada siapapun termasuk keluarganya, aku hanya memintanya menyerahkan
semua urusan, beban dan permasalahannya pada pemilik semua itu, Allah. Karena
sebenarnya aku tak punya saran dan jalan keluar untuk permasalahannya. Aku
belum berpengalaman dan tak pernah mau berpengalaman. Aku hanya bisa
mendengarkan. Karena aku yakin, dengan berbagi akan terasa lebih baik, meski
tak memperbaiki keadaan.
Winda, kalian perlu tahu dia adalah orang yang selalu
memujiku. Sejak SD dulu kala sampai hari ini. Entah kenapa dia senang sekali
mengatakan aku cantik, pintar, baik dan
lain-lain. Seolah dia sedang membandingkanku dengan dirinya. Membandingkan
keadaanku yang dia katakan lebih beruntung, lebih enak dibanding kehidupannya.
Ketika SMP, entah kebetulan atau bagaimana, laki-laki
yang ia sukai sejak kelas VII ternyata mengatakan suka padaku. Dan bodohnya aku merespon, sama sekali tak memikirkan perasaan
Winda. Tapi Winda tak membenciku. Meski mungkin rasa gondok menggunung dalam
hatinya. Ia terus saja mengatakan, bahwa aku memang berhak mendapatkannya.
Sampai
kemarin di sela-sela ceritanya, ia masih sempat memujiku. Lagi-lagi mengatakan aku cantik, pintar dan
kali ini tambah dengan kata ‘soleha’. Entah memungut darimana satu kata itu. Ia
mengulang mengatakan bahwa hidupku jauh lebih beruntung. Ia katakan lagi, aku
berhak mendapatkan laki-laki yang baik. Jangan seperti suaminya. Jelas aku
amini doanya. Tapi aku tak enak hati jika ia selalu membandingkan kehidupannya
dengan kehidupan orang lain, terlebih hidupku. Kita
memiliki liku kehidupan masing-masing. Dengan semak belukar yang berbeda pula. Apa yang Nampak di kehidupan orang lain
terkadang memang lebih indah. Tapi percayalah
apa yang kita lihat belum tentu seperti apa yang kita lihat. Jadi, yaa syukuri.
Itu aja satu-satunya kunci.
Untuk
Winda, semoga segera bertemu dengan jalan penyelesaian.
Komentar
Posting Komentar