Pengalaman KKN di Desa Haurseah, Majalengka.
KKN SISDAMAS UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2017
Indonesia memang terlampau
luas, negara kepulauan terbesar di dunia. Berjajar dari ujung barat Aceh hingga
ujung timur Papua. Pulau Jawa menjadi pusat segala macam urusan. Dari ekonomi
hingga pendidikan. Tingkat ketertinggalan kota-kota di pulau Jawa adalah yang
paling minim di bandingkan pulau lainnya.
Majalengka
adalah kabupaten yang tidak termasuk dalam
kriteria tertinggal. Tak seperti kota ku di Banten sana yang masih berada
dalam lumbung ketertinggalan. Mendapat
predikat kota tertingal dalam Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang
Penetapan Daerah Tertinggal tahun 2015-2019. Namun ternyata, sebulan melakukan
Kuliah Kerja Nyata di Majalengka, buat mata lebih terbuka mengenai arti
ketertinggal. Meski Majalengka tak termasuk dalam runtutan kota tertinggal,
tetap saja ada ujung-ujung kota yang memerlukan perhatian dan bantuan berlebih.
Dan begitupun dengan kota-kota lain yang terbebas dari PP No 131 Tahun 2015
itu.
Desa Haurseah berada di kecamata Argapura. Salah satu desa yang terletak di kaki Gunung Ciremai. Kegiatan
belajar mengajar disini berjalan setiap pagi. dengan lingkungan agamis yang
juga menjadi pendukung pembelajaran.
Di desa ini terdapat dua Sekolah Dasar, yakni
SDN Haurseah I dan 2. Jarak keduanya hanya sekitar 1 KM. SDN Haurseah I berada
di pusat kota dan bersebelahan dengan Balai Desa. Aku berkesempatan mengabdi di
SDN Haurseah 2. Sebuah sekolah yang benar-benar berada di ujung desa. Di
belakang bangunan, hanya tersisa dua buah rumah kemudian menghampar sawah dan
hutan setelahnya. Sarana dan prasarana di tempat ini bagiku kurang begitu baik.
Sepertinya sekolahku di Banten masih sedikit lebih baik, padahal daerahku seperti
yang telah ku tuliskan di awal. Masuk
dalam kategori PP No 131 Tahun 2015, tertinggal. Lapangan upacara disekolah ini
tak ada tiang bendera. Jadi terbayang, upacara di hari senin tanpa ada
pengibaran bendera merah putih. Terdapat 6 ruang kelas dengan kondisi satu
ruangan di gunakan untuk ruang guru. Dan ruang belajar hanya ada 5. Akibatnya, kelas 2 dan 3 harus
belajar dalam satu ruangan. Bersekat
kayu tipis, jadilah proses belajar mengajar bersebelahan.
Aku bertemu dengan salah
seorang siswa yang duduk di kelas 4. Silma namanya. Yang selama empat tahun
bersekolah ternyata tak pernah memiliki teman sebangku. Bukan karena faktor
fisik atau hal lainnya, tapi karena memang semua teman-teman sekelasnya tak
pernah memiliki teman sebangku.
Sekolah ini hanya memiliki
61 siswa keseluruhannya. Setiap kelas berisi tak lebih dari 12 orang. Dan kelas
empat hanya berisi tujuh orang. Mutiara adalah satu-satunya teman perempuan
Silma di kelas. Yang juga duduk sendiri, karena semuanya memnang duduk
sendiri-sendiri. Kelasnya cenderung sepi. Banyak bangku dan meja yang kosong
tak terisi. Hal ini tentu saja berdampak pada rasa kepercayaan diri siswa dan
berpengaruh pada hasil belajar siswa, Sebagaimana yang di kemukakan Surakhmad
(2003), teman sebaya itu membawa pengaruh positif untuk saling bertukar pikiran,
informasi dan pendapat, sehingga akhirnya mempengaruhi hasil belajar siswa.
Salah satu faktor penyebab terjadinya hal ini adalah
letak sekolah yang kurang strategis. SDN Haurseah 1 berada tepat di jantung
Desa, sehingga lebih mudah di akses oleh masyarakat. Sedangkan SDN Haurseah 2
harus melewati beberapa jalan menurun dengan kondisi jalan yang tidak terlalu
baik. Meskipun Kepala Desa sudah mengeluarkan kebijakan untuk membagi siswa
sekolah per RT, tetap saja dari delapan RT di Desa Haurseah, hanya RT 04 yang
menyekolahkan anaknya di SDN Haurseah 2.
Hal semacam ini tentu harus menjadi cerminan bagi kita,
bahwa selalu ada tempat tempat yang kurang terperhatikan yang tertutupi oleh
tempat lain yang nampak lebih modern atau kekinian. Pembelajaran bagi anak bangsa
untuk terus peduli pada pendidikan. Menghargai pendidikan yang telah di tempuh,
karena tak semua orang melalui proses pendidikan dengan baik baik saja.
Komentar
Posting Komentar