17 Maret 2018
17:40
“Salah satu kunci kebahagiaan adalah
menggunakan uangmu untuk pengalaman bukan untuk keinginan” – B.J Habibie.
Quote ini tiba-tiba muncul
disaat aku benar-benar membutuhkannya. Kalimat dahsyat ini adalah milik ilmuan
terhebat di Indonesia, Bapak Baharuddin Jusuf Habibie. Minggu-minggu ini aku
memang sedang kewalahan mengatur pengeluaran. Banyak keluar tapi tak ada yang
masuk, begitulah kira-kira kisah pelik mahasiswa tingkat akhir sepertiku.
Ini minggu terakhir
penelitianku di Pangalengan, sebenarnya bukan Pangalengan tapi entah bagaimana
orang-orang lebih senang menyebut wilayah Situ Cisanti sebagai wilayah
Pangalengan Bandung Selatan, padahal secara administratif Situ Cisanti masih
termasuk Kabupaten Bandung. Mungkin karena saling berbatasan, jadi banyak yang
salah mengira. Baiklah kembali pada pengeluaran. Masa-masa ini memang masa
banyaknya pengeluaran tak terduga dan
tidak terkendali.
Aku bukan mahasiswa
mandiri yang sudah menghasilkan rupiah sendiri. Beasiswa keluarga masih menjadi
pemasukan utama. Penghasilan mengajarku hanya cukup untuk makan sehari dua
hari. Mengenai pengeluaran, belanja entah bagaimana list barang yang ingin
kubeli tiba-tiba menumpuk. Aku ingin:
- · Mirrorless Canon EOS M100 (ini ekspektasi jangka panjang, dan sangat ku semogakan)
- · Buku (Buku terbaru Tere Liye sudah terbit dan aku ingin ingin ingin sekali memilikinya. Aku memang bukan pengoleksi buku, hanya penikmat. Banyak buku yang cukup ku kagumi namun tak dapat kumiliki)
- · Kemeja putih (Persiapan untuk siding komprehensif bulan ini, sebenarnya aku punya tiga baju putih tapi bukan kemeja. Satu baju putih dengan brukat pink di ujung baju, lalu ada kaos putih lengan pendek dengan gambar Surili besar-besar, dan satu lagi baju putih hampir selutut dan aku sering gatal memakainya karena entahlah seperti ada bulu-bulu halus didalamnya)
- · Rok merah (bukan rok anak SD yah, tapi sebetulnya ini keinginan sejak lama yang belum juga kesampaian).
- · Kerudung hitam (ini masih dalam rangka persiapan siding komprehensif. Heran sih, berbagai macam warna kerudung tergantung dilemari, tapi tanpa warna hitam nampak seperti pelangi.)
- · Sabun pencuci muka (sudah setahun ini aku tidak memakainya, karena dirasa tak membawa perubahan apapun di wajah. Tapi karena penelitian di lapangan, wajahku menjadi kusam cenderung menghitam alias gosong maka aku tergoda untuk kembali memakainya)
- · Botol minum (Karena botol minumku sudah mulai mengendur tutupnya. Dan kemarin sempat membasahi laptop temanku sehingga aku harus membawanya ke tempat service. Yaah menyedihkan memang)
- · Dan masih banyaaaak lagi. Banyak yang remeh temeh, seperti stok mie, shampoo, pasta gigi, bodylotion tapi ketika dibutuhkan disaat yang bersamaan maka mereka akan meguras habis isi dompet.
Masalahnya uang bekal dari Ibu yang kemarin itu harus aku
pakai untuk biaya pengujian sampel air. Satu sampel di hargai 35000 di Pusat
Litbang Perumahan dan Pemukiman di Cileunyi. Jumlah sampelku 15 jadi ya sekitar
525000. Harga itu adalah harga termurah dari semua lembaga pengujian air di
Bandung, yang lain berkisar 75000-150000 per sampel. Untuk orang sepertiku, tetap
saja 525000 itu bukan biaya yang murah. Mesti minta dari jauh-jauh hari agar Ibu dan Bapak
dirumah bisa mengumpulkannya. Belum lagi biaya bulanan di pesantren yang sudah
ku tunggak tiga bulan karena uangnya dipakai untuk penelitian. Dan seperti yang
kubilang, uang hasil mengajarku entah kemana perginya, lenyap begitu saja.
Akun Madrasah Pena |
Caption madrasah pena |
Pikiranku jadi kian bercabang, apa yang harus ku beli
lebih dulu. Masih saja beli beli beli yang mendominasi. Quote Pak Habibie
datang lewat akun instagram @madrasahpena. Akun ini mengupload testimoni
peserta pelatihan menulis yang baru kemarin dilaksanakan. Isi testimoninya
berupa penggunaan uang 20000 nya yang dirasa bermanfaat dan tidak sia-sia. Uang
20000 dengan ilmu dan penglaman luar biasa katanya. Dengan mengutip quote Pak
Habibie, kalimatnya terasa semakin mantap. Aku yang membacanya hanya bisa gigit
jari. Pasalnya, kemarin aku berniat ikut acara kepenulisan itu, tapi entah
bagaimana tidak jadi. Malah sibuk memikirkan mau beli apa, jelas-jelas
tunggakan pembayaran pesantren menunggu. Ah yaa ampun sungguh manusia yang
tidak pandai bersyukur, manusia konsumtif, tidak produktif dan sebagainya dan
sebagainya.
Baiklah, terimakasih untuk teguranMu hari ini Allah. Aku mengerti
hanya butuh ilmu dan pengalaman untuk mengukir sejarah hidupku. Bukan memenuhi
segala keinginan yang sebenarnya tidak terlalu aku butuhkan. Bukan membeli
barang-barang sesuka hati dan membahagiakan hati. Aku masih harus banyak belajar
mengendalikan pengeluaran yang tak sebanding dengan pemasukan itu. Mengatur
agar uang yang ku gunakan membawa manfaat untkku lebih-lebih untuk orang lain.
Komentar
Posting Komentar