JURNAL PENGHUJUNG DUA LIMA 2

 

JURNAL PENGHUJUNG DUA LIMA

BAGIAN 2

12 Maret 2022

 

Aku kira ini akan berlalu dengan mudah.

Tapi aku salah.

 

Perihal benar atau salah keputusan yang telah ku buat. Sesal dan sesak memang sebulan ini tak sedetikpun menghindar. Ia mengerubungi bagai lalat yang asyik mengerubungi seonggok bangkai. Apa aku sudah menjadi bangkai?

Menjalankan pekerjaan seperti tidak ada beda, tapi hati dan jiwa kosong tak tentu arah yang dituju. Ini menyakitkan. Bersamamu aku memang penuh luka, lantas tanpamu aku seperti tak bernyawa. Harus seperti apa aku menjalani sisa kehidupan ini?

Kemarin aku coba ungkpakan kegelisahan ini pada seorang sahabat lama. Aku bertanya apakah keputusan ini begitu salah hingga membuatku menjadi seseorang yang hilang akal. Ia hanya mencoba membesarkan hatiku. Setiap keputusan ada resikonya tersendiri. Jika tidak berakhir, toh sama. Yang akan terjadi di hari-hari ini adalah kegelisahanku menantikan kabar darinya. Dan sewaktu-waktu akan kembali meledak dan menuju kata selesai. Maka berakhir bagi hubungan ini memang hanya perihal waktu. Keputusanmu untuk mempercepatnya, tentu tidak ada yang salah. Tapi ini kalimat-kalimat bijakku saat aku coba menguatkan diri.

Saat sedang teringat lagi, betapa emosional aku kala itu, tetap ada penolakan dari hati. Harusnya kamu bisa lebih bersabar. Teringat lagi kalimat ia saat aku mengajukan akhir dari kisah ini. Katanya, tidakkah ada pilihan lain selain berakhir?

Karena ketika hubungan ini berakhir, maka benar-benar berakhir persis seperti makna berakhir itu sendiri. Perjalanan, perjuangan, rangkaian kisah selama ini akan berakhir. Tidak adakah cara lain?

Aku berharap ada cara lain. Tapi ia sendiri bingung bagaiman menghadapi situasi saat itu. Ia sendiri tidak tau bagian mana yang harus kami perbaiki. Aku yang selalu merasa terpincang-pincang karena berusaha mempertahankan hubungan, namun di saat yang sama ia tidak merasa ada luka. Sulit.

Akhirnya, aku tidak menemukan jawaban apakah keputusan ini benar atau salah. Aku hanya menemukan sebuah perumpamaan, aku dan dia adalah luka kecil yang seringkali kambuh. Lalu keputusan ini aku anggap adalah proses membuang luka itu, entah harus dengan membuang bagian tubuh atau bagaimanapun caranya. Tentu proses ini adalah luka yang lebih besar dengan kesakitan yang luar biasa. Tapi esok lusa akan sembuh. Tidak lagi kambuh.

Komentar