Dengan atau Tanpanya, Aku Terluka

 Selasa, 090822

Aku membuka kembali ruang percakapan pada sebuah aplikasi malam ini. Rindu membuatku ingin membaca bagaimana kami bercakap sebelumnya. Karena akhir-akhir ini percakapan kami hanya sebatas say hi, bertanya kabar lalu hilang. Itupun beruntung masih tersisa percakapan.

Terkadang aku memang menggali sedihku sendiri. Menyakiti diri dengan sengaja mengenang dan merayakan perasaan yang bimbang. Aku cari kata kunci dalam percakapan terdahulu itu. Ku cari kata yang biasa kami gunakan untuk mengungkapkankan perasaan masing-masing. Muncul beberapa saja, tidak terlalu banyak. Aku menangis, rindu. Lama sekali aku tidak membaca kata itu. Tergugu, hingga lupa malam ini aku harus menyelesaikan sebuah pekerjaan. Aku keasyikan menangis. Asyik membaca kata demi kata percakapan aku dan dia.

Namun, setelah ku cermati kembali percakapan kami ternyata lebih banyak perdebatan. Satu tahun terakhir, hubungan memang sedang tidak baik-baik saja. Ku temukan kembali, kalimat-kalimat bagaimana aku meminta untuk berpisah darinya. Juga kutemukan, kalimat bagaimana ia bertahan. Seperti yang dulu sering ku keluhkan, ia bertahan tapi tidak mempertahankan. Membiarkan permasalahan yang sama terjadi berulang kali. Aku juga salah, terusa saja tidak bisa memaklumi dan mencari-cari perkara untuk diperdebatkan.

Aku cermati lagi, bagaimana sejak setahun terakhir aku begitu terluka hingga terhitung 2-3 kali berniat menyudahi. Aku paham situasi dan perasaan saat itu. Meski tetap saja, saat sudah selesai ternyata rasanya tidak menyenangkan. Tidak seperti bayanganku saat itu.

Aku sadar, dengannya aku terluka dan tanpanya aku lebih terluka. Hingga saat ku tulis catatan ini, aku bingung bagaimana seharusnya aku bersikap dan mengambil keputusan. Rasa-rasanya kok dua-duanya salah yah. Bersama atau tanpanya aku tetap menangis. Kalau sudah begini, aku ingin menyerah saja. Aku ingin Tuhan ikhlaskan saja, tidak perlu lagi berharap lebih aku dan dia bisa bersama. Rasanya aku lelah, kalau setiap malam harus menangis, tertawa lagi, lalu melamun membuang waktu. Sampai berpikir apa aku sakit? Kok bisa menangis dan tertawa di waktu yang sama. Rasanya aku ingin hidup tenang saja. Cukup. Hati tenang. Melepasnya dengan ikhlas. Menerima semua yang Tuhan takdirkan.

Mohon segerakan Tuhan, jika memang tidak ada takdir antara aku dan dia.

Komentar