14 Oktober 2022
22:00
“Bu,
jangan tunggu aku menikah yah”
Hanya satu kalimat. Tapi
untuk mengucapkannya, aku harus berputar-putar mencari pembahasan lain terlebih
dahulu. Tiga puluh menit berbincang di telepon, ku tanyakan kabar nenek yang
kemarin sempat sakit, kabar adik bahkan kabar tetangga rumah. Belum juga muncul
keberanian untuk mengucapkan kalimat tersebut.
Sudah sejak beberapa
bulan lalu, aku ingin mengatakannya. Setelah hubungan yang cukup lama bahkan
terlalu lama itu kandas, aku jadi tidak yakin apakah aku akan menikah atau lebih
baik sendiri saja. Banyak kekhawatiran yang lalu lalang di kepala. Pesimis sekali
aku menatap masa depan. Tidak ingin sendiri, tapi takut pernikahan tidak
menyembuhkan bahkan kelak aku sesalkan. Oleh karena itu, aku tidak ingin ibu
merasakan dan memikirkan hal yang sama. Aku tidak ingin ibu mengkhawatirkan
apapun tentangku. Maka aku ingin mencoba memberi pengertian pada ibu, bahwa ibu
tidak perlu menunggu apapun dariku, terutama pernikahan. Ibu hanya perlu
menikmati hari-hari ibu dengan bahagia.
Dengan tercekat
akhirnya ku ucapkan kalimat itu. Mataku sudah luber. Saat itu ibu malah
bertanya “Dia sudah benar-benar tidak
menghubungimu lagi?”,dadaku sudah sesak menahan emosi. Ingin sekali aku
terisak dan berkata “Ibuuuuuuuuu, dia
sudah tidak ada kabar. Aku tidak pernah berhubungan lagi dengannya, hubunganku
sudah benar-benar selesai bu, aku rindu padanya buuu, tapi aku tidak bisa
apa-apa, bagamaimana ini buuuuuuuu”.
Namun semua tertahan di
kerongkongan, sekuat tenaga aku berkata “tidak
bu”. Berharap ibu tidak mendengar hal yang aneh dari suaraku. Akhirnya ibu menutup
percakapan dengan doa-doa baik untuk anaknya. Nampaknya ibu tahu, aku tidak
baik-baik saja dengan perpisahan ini.
Aku tidak mengerti,
harusnya aku sudah mulai tenang. Sudah menerima semua hal yang terjadi. Tapi beberapa
hari belakangan, semenak Oktober menjelang, hariku kembali menjadi kelam,
buram, pekat, tidak jelas arahnya. Siklusnya kembali pada hari-hari awal
hubunganku berakhir. Mengapa? Aku juga tidak tahu. Hampir setiap malam, aku
kembali menangisi semua hal yang telah dilalui, tiba-tiba merasa kosong saat di
keramaian, mengenang-ngenang kisah yang telah lalu dan tersedu menyadari kisah
aku dan dia tidak ada lagi di masa depan.
Beberapa hari ini, aku
bahkan memimpikannya. Setiap hendak tidur, aku meminta agar Tuhan
menghadirkanku dalam mimpinya. Tapi Tuhan lebih memilih menghadirkan dia dalam
mimpiku. Bahkan satu mimpi membuatku sulit tidur kembali, Nampak jelas dan
menyakitkan. Sakit sekali. Mimpi yang memberi tahu bahwa ia sudah ada
pengganti. Sudah berbahagia dengan kisah yang baru. Tuhan, menyesakkan sekali.
Kesekian kalinya, Tuhan
mohon beri keikhlasan untuk bisa melepas juga menerima semua takdir Mu terhadap
kisahku dan dia.
Komentar
Posting Komentar